MENULIS CERITA


Menulis. Satu kata sederhana tapi mampu membuatku pusing tujuh keliling. Why? Kenapa? Bukankah menulis itu mudah? Kan tinggal tulis saja apa yang sedang kamu pikirkan, kerjakan, tak ada tip dan gratis pula. Mungkin itu kata-kata yang terucap oleh sebagian orang yang menjawab pertanyaan diatas. Well, mungkin itu ada benarnya juga. tapi bagiku, orang yang tidak pernah punya pengalaman tulis-menulis cerita atau sharing pengalaman dengan teman minimal itu agak membebani pikiranku. Bisa dibilang aku ini adalah seorang pendengar yang baik. Tak sedikit teman yang curhat atau berbagi pikiran dan pengalaman bahagia, sedih, buntu, tak ada ide bahkan butuh inspirasi datang kepadaku. Sebagai seorang teman yang baik, bolehlah aku membantu mereka atau sekedar memberi komentar atau solusi yang ada berdasarkan sudut pandangku. Dan mereka senang atau puas? Entahlah, aku tak bisa tahu apa yang mereka pikirkan tentang perkataan yang sudah aku lontarkan kepada temanku. Tapi setelah selesai masalah pertama, di lain waktu dan kesempatan salah satu dari mereka datang kembali kepadaku. Menumpahkan segala unek-unek dan problem yang sedang mereka hadapi. Yah, itulah sekelumit aktivitasku selama berada di lingkungan sekolahku dulu. Bisa jadi itu mungkin satu alasan yang membuatku sulit untuk menuangkan apa yanga ada di pikiranku. Tak semudah apa yang dikatakan orang memang. Kelihatannya, aku hanya bisa memberi jalan keluar kepada orang lain. Tapi pada diriku sendiri aku merasa kesulitan. Aku tidak seperti mereka yang bisa terbuka dengan orang dengan mudah. Aku mungkin bisa berpikir dua kali untuk memutuskan membicarakan hal-hal yang bersifat privasi. Memang benar aku kesulitan menuangkan ide dalam bentuk tulisan tapi aku biasanya menghibur dirikudengan mencoret-coret kertas yang ada. Tak sedikit juga cerita yang muncul itu hilang bagai angin yang bertiup sepoi di luar rumah. Aku menghilangkan isi cerita atau unek-uek yang menggangguku. Penutup.
Memang begitulah sekiranya orang beranggapan tentang sifatku. Aku sudah membaca beberapa buku tentang karakter-karakter yag dimiliki manusia. Bisa dibilang jarang aku bisa menumpahkan apa yang ada dipikiranku kepada orang lain. Mungkin itulah musuh terbesarku ‘tidak mudah percaya dengan orang lain’. Ada pikiran positifnya juga sih dengan musuhku yang satu ini. Tapi kalau berlebihan, bisa jadi kejadian seperti aku inilah yang akan terjadi di masa depan. Membaca? Tentu saja aku suka membaca. Tapi akhir-akhir ini aku merasa malas. Tak ada alasan yang bisa aku ungkapkan kenapa aku bisa malas. Bosan? Tentu tidak. Aku masih banyak menyimpan buku cerita entah beberapa ebook atau buku asli. Aku juga masih sering membeli buku dan meminjamnya dari seorang teman. Entahlah, aku tak tahu apa yang terjadi padaku. Pada intinya, aku banyak membaca artikel di internet tentang kiat-kiat menulis. Mereka berkata ‘menulis itu mudah. Tak perlu budget yang banyak untuk mempelajarinya’, ‘menulis itu berbagi pengalaman, jadi tulislah setiap kejadian yang ada hari ini’ ‘jika kau ingin menjadi penulis dan belum terbiasa dengan itu, maka buatlah kebiasaan menulis itu ada. Untuk memunculkan kebiasaan itu, kamu bisa belajar dengan menulis setiap hari. Sisakan waktumu untuk menlis satu jam saja. Lakukan minimal 40 hari dan kamu akan merasakan kalau menulis itu akan menjadi suatu kebutuhan dan lain sebagainya. Blank writer. Begitulah orang menyebut penulis yang sedang blank inspirasi. Seperti itulah aku. ketika akan menulis, aku sudah siap bahan-bahan apa saja yang akan aku tulis nanti. Ketika aku akan menulis dilaptop atau buku. Aku stuck. Tak mampu  untuk memulai kata pertama apa atau tulisan bahkan kalimat seperti apa yang akan aku tulis. Lima menit bahkan sepuluh menit bisa aku jabarin hanya untuk menunggu kalimat pertama yang aku tulis di selembar kertas putih tersebut. Kata orang aku harus buat outline dulu. Oke, aku bisa membuatnya dan itu sedikit membantu dalam menyelesaikan tugasku. Aku bisa melakukannya ketika itu berupa tugas sekolah atau kampus. tapi ketika itu bukanlah sebuah tugas aku bingung dengan cerita apa yang akan aku tulis. Sebagai contoh, aku mendapat tugas membuat kisah inspiratif berdasarkan pengalaman yang aku miliki. Oke, aku akan mencoba menyelesaikannya. Segera lah kalau itu memungkinkan. Aku biasanya memasang target tugas yang akan aku selesaikan. Dan otakku sudah terus berputar mencari cerita atau pengalaman apa yang akan aku tulis nanti. Sempat ingin aku menulis tentang sudut pandang atau caraku memandang situasi atau keadaan yang ada disekelilingku. Awalnya sudah bagus. Tapi begitu mencapai seperempat halaman, aku mulai kesulitan. Kalimat demi kalimat yang kutulis mulai tak rancu. Aku pun membaca ulang tulisanku dan hasilnya memnag tak sesuai dengan gambaran cerita yang ada di pikiranku. Entahlah, aku bingung. haruskah aku meneruskannya atau tidak? Aku pun berhenti hingga di suatu hari tepatnya kemarin malam. Ada salah satu temnaku yang menge-post tugasnya di suatu social media. Dengan penasaran aku membacanya. Dilihat dari judul aku sudah bisa menebak tulisan seperti apa yang ia tulis, tapi dugaanku salah ketika aku menyelesaikan ceritanya. Bagus. Inspiratif. Benar-benar cerita yang pernah ia alami. Aku sempat sedikit merasa iri dengan hasil karyanya. Karena aku juga mempunyai keinginan menjadi penulis. Melihatnya, seakan ia mengalami banyak kemajuan daripadaku. Padahal aku sebenarnya sudah start  duluan. Lama ku merenung. Akhirnya aku putuskan untuk membuat judul baru. Tapi kesulitan kembali menghinggap dan aku ingat akan suatu tulisan dari saudara kembarku dan aku pernah membacanya sebentar. Tulisannya berisi tentang perasaan atau kondisi yang sedang ia alami dan itu bagus. Tidak pasaran. Diksinya mampu membuat pembaca terutama aku ingin membaca seluruhnya tapi nyatanya ia belum menyelesaikannya. Ia member sedikit saran kepadaku dan benar. Sarannya memang mudah dan sudah banyak aku mendengar yang seperti itu tapi itu benar-benar tidak mudah bagiku untuk dilakukan. Huft, sempat ku menyerah saja dan berpura-pura kalau aku tidak ikut mengumpulkan karya tulisanku. Aku berpikir kalau cerita teman-teman harusnya sudah cukup banyak dan dosen itu tidak mungkin bisa mengeceknya satu persatu. Dilemma kembali menghantuiku. Hasilnya aku tulislah semua hal yang terjadi dan berputar-putar di kepalaku disini. Kata menyerah sudah ada di depan mata. Tapi aku percaya kalau aku pasti bisa. 

0 komentar:

Posting Komentar